Rabu, 06 Desember 2017

Macam-macam Model Pembelajaran IPS



   MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS
Model pembelajaran IPS memiliki karateristik tersendiri yakni menekankan hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat, sehingga model dalam kategori ini  lebih terfokus pada peningkatan kemempuan pendekatan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis, bekerja sama secara produktif. Model-model pembelajaran yang dimaksudkan dalam kategori model pembelajaran IPS adalah:
1.      Model pencapaian konsep.
Model ini dikembangkan oleh Jerome S Bruner, Jacqueline Goodrow dan George Austin (1967) berdasarkan pada penekanan bahwa lingkungan penuh dengan hal-hal yang berbeda dan mustahil dapat menyesuaikan diri dengannya jika manusia tidak dilengkapi dengan kemampuan untuk membedakan dan mengelompokkan segala sesuatu itu kedalam kelompok-kelompok. Model ini sengaja dirancang untuk membantu para peserta didik mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif. Adapun kelebihan dan kekurangan metode ini sebagai berikut:
Kelebihan dari Model Pembelajaran Pencapaian Konsep
a.       Siswa dapat lebih memahami konsep
b.      Siswa bisa lebih mampu mengerjakan Karya – karya Ilmiah
c.       Siswa juga dapat lebih berpikir logis dan mempunyai strategi
Kekurangan dari model Pembelajaran Pencapaian Konsep
a.       Siswa kurang memahami materi pembelajaran yang didalamnya ada metode praktikum, karena model ini lebih mnguat kan Konsep siswa
b.      Masih cenderung stunt center learning.[1]

2.      Model berfikir induktif atau “inductive thinking”
Model ini dikembangkan oleh hilda taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajaki berbagai cara yang dapat menjadikan peserta didik lebih terampil dalam menyikapi dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antar berbegai data. Model ini telah dimanfaatkan secara meluas dalam berbagai bidang studi dalam kurikulum berbagai tingkatan pendidikan.
Kelebihan pembelajaran dengan menggunakan model berpikir induktif adalah:
a.       Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses tanya jawab tersebut.
b.      Mengembangkan keterampilan berfikir siswa.
c.       Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
d.      Dapat menguasai topik-topik yang dibicarakan karena adanya tukar pendapat antara siswa sehingga terdapat kesimpulan akhir.
e.       Tercipta suasana kelas yang hidup.
Kekurangan pembelajaran dengan menggunakan model berpikir induktif adalah:
a. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi.
b. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang membuat siswa berpikir
c. Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara sempurna.[2]

3.      Model penelitian atau “inquiry training”
Model ini dikembangkan oleh Richard Suchman (1962). Model ini dirancang untu melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat, dan menjadikan mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, dan merumuskan serta mengetes hipotesis. Walaupun pada mulanya model ini digunakan dalam bidang ilmu-ilmu alam, lebih jauh lebih diterapkan dalam bidang pengajaran ilmu sosial dan dalam program latihan yang berisikan materi yang berdimensi personal dan sosial.

4.      Model memorisasi atau “memorization”
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan Levin (1981). Memorisasi adalah teknik yang digunakan utuk menghapalkan dan mengasimilasikan sesuatu informasi, guru dapat menggunakan model memorisasi ini untuk membimbing penyampaian materi yang bertujuan agar para pelajar dapat dengan mudah menangkap informasi baru. Di samping itu, guru dapat mengajarkan sarana yang perlu di pilih untuk dapat digunakan oleh para pelajar untuk memperkuat proses belajar perseorangan dan kelompok dalam mempelajari materi yang bersifat informatif dan konseptual. Seperti halnya model yang lain, model ini juga telah banyak dikaji, dan ternyata dapat digunakan dalam berbagai bidan studi terutama  bidang studi IPS yang memiliki pokok bahasan yang sangat luas dan bersifat informatif dan cocol diterapkan untuk sasaran belajar pada berbagai tingkatan usia.



5.      Model investigasi kelompok atau “Group Investigation”
Model ini dikembangkan oleh Herbert A. Thelen (1960) yang bertolak dari pandangan John Dewey (1917) bahwa keseluruhan sekolah merupakan miniatur demokrasi yang di dalamnya peserta didik berpartisipasi dalam pengembangan sistem social. Melalui partisipasi itu secara bertahap peserta didik diharapkan belajar sebagaimana menerapkan metode ilmiah untuk kesempurnaan masyarakat manusia. Herbert dalam joyce dan weil (1986) memberikan pertanyaan dengan tegas bahwa “pendidikan dalam masyarkat yang demokratis, seharusnya mengajarkan proses demokratis secara langsung”. Dalam hubungannya dengan sekolah maka kelas menurut herbert merupakan bentuk kecil masyarakat, yang memilikiketeraturan, dan budaya dimana para peserta didik memperhatikan dan memeliharanya dalam mengembangkan pandangan hidupnya yaitu ukuran dan harapan. Pesert didik mempelajari cara-cara ilmiah melaui berbagai pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai yang dapat di gunakan dalam Pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pendidikan bagi peserta didik, sekurang-kurangnya harus di organisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama, atau “cooperative inquiry” terhadap masalah-masalah sosial dan masalah-masalah akademis. Model ini telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi untuk berbagai tingkat usia.

6.      Model bermain perang atau “role playing”
Model ini dirancang oleh fanie dan heorge shaftel (1984), khususnya untuk membantu para peserta didik mempelajari nilai-nilai sosial dan pencerminannya dalam prilaku. Disamping itu model ini digunakan pula untuk membantu peserta didik mengumpulkan dn mengorganisasikan isu isu sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial, dalam model ini para peserta didik dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain, dan mengamati prilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan untuk berbagai bidang studi dengan berbagai tingkatan usia.
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan masalah dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain.
Langkah-langkah bermain perang terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat, (4) menata panggung, (5) memainkan peran, (6)diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8)diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.[3]
Kelebihan model ini adalah siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, serta meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.[4] Adapun kelemahan dari model ini adalah banyak memakan waktu, memerlukan tempat yang cukup luas, metode ini membutuhkan ketekunan, kecermatan dan waktu yang cukup lama
7.      Model penelaah yurisprudensi
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan levin  (1981). Model ini merupakan model yang melibatkan proses intelektual yang relatif lebih rumit. Dasar dari model ini ialah proses kesepakatan sosial atau “social negotiation”. Model ini menuntup para peserta didik untuk menguju dirinya sendiri, prilaku kelompok, dan proses sosial yang lebih besar.
Pada sadarnya model ini, menggunakan pendekatan studi kasus dalam proses penerapannya dalam suasana belajar di sekolah. Dalam perkembangannya, model ini khusus dirancang dalam mengajarkan pendidikan kewarganegaraan. Para pelajar sengaja dilibatkan dalam maslah-masalah sosial yang menuntut Pembuatan kebijakan pemerintah, misalnya :isu keadilan, kemiskinan dan kekuasaan. Selanjutya peserta didik menganalisis kasus-kasus itu dan mengidentifikasi isu kebijakan pemerintah yang di perlukan serta berbagai pilihan untuk mengatasi itu tersebut. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat di gunakan untuk berbagai bidang  studi dengan berbagai tingkatan usia.
Umumnya kunci utama keberhasilan model ini adalah melalui metode dialoq socrates (debat konfrontatif). Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi:  (1) orientasi terhadap kasus, (2) mengidentifikasi isu, (3) mengambil posisi (sikap), (4) menggali argumentasi untuk mendukung posisi (sikap) yang telah diambil, (5) memperjelas ulang dan memperkuat posisi (sikap), dan (6)menguji asumsi tentang fakta, defenisi, dan konswkuensi.
Kelebihan dari model ini antara lain :
1.      Melatih siswa untuk peka terhadappermasalahan sosial.
2.      Membantu siswa untuk belajar berpikir secara sistematis
3.      Mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya. Dll.[5]
Adapun kekurang dari model ini adalah model ini melibatkan proses pembelajaran yang relatif rumit.

8.      Model inkuiri sosial
Model ini dikembangkan oleh Byron Massialas dan Cox (1966), atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Walaupun model-model ini dirancang secara khusus untuk untuk memanfaatkan proses sosial, dapat juga digunakan untuk mencapai tujuan akademis, seperti latihan berpikir dan membangun konsep. Dalam hubungannya dengan pembelajaran dikelas, secara umum model ini dimaksud untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara sungguh-sungguh dan terarah serta mampu merefleksikan hakikat sosial hidup, khususnya kehidupan peserta didik serta dan arah kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan maslah-maslaah sosial.
            Massialas mengemukakan langkah-langkah pembelajaran inkuiry yaitu : (1) merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa, (2) menetapkan jawaban sementara (hipotesis), (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk jawaban masalah atau hipotesis, (4) menarik kesimpulan jawaban, dan (5) mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi baru.[6]
Kelebihan model pembelajaran inquiry ini adalah, antara lain :
a.       Merupakan model pembelajaran yang menekankan aspek koqnitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, sehingga pembelajaran lebih bermakna
b.      Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c.       Memfasilitasi berbagai karakter peserta didik.
Kekurangan model pembelajaran inquiry ini adalah, antara lain :
a.       Sulit untuk mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.
b.      Sulit dalam merencanakan pemebalajaran oleh karena dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.
c.       Kadang-kadang dalam pelaksanaanya, memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga menyulitkan guru dalam menyelesaikan waktu dengan yang telah ditentukan.[7]
Menurut para pengembangan, fungsi sekolah dalam masyarakat modern adalah untuk berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam menyusun budaya masyarakat. Untuk itu mereka mengkaji tiga ciri-ciri esensial kelas yang reflektif. Pertama, adalah model inkuiri tidak dapat digunakan dalam semua jenis kelas. Model inkuiri memerlukan iklim terbuka dalam diskusi di mana para peserta didik mengemukakan gagasannya tentang maslah tertentu. Kedua, adalah kelas harus menekankan pada jawaban yang bersifat sementara (hypotesis) karena itu diskusi kelas akan berorientasi disekitar solusi-solusi yang bersifat hipotesis.pengetahuan digambarkan sebagai hipotesis yang seara terus menerus di gali dan diuji kembali. Peserta didik dan guru mengumpulkan data dari sumber yang berbeda melalui analisis, merevisi pengetahuan mereka dan mencoba kembali. Ketiga, kelas yang reflektif adalah menggunakan fakta-fakta sebagai bukti. Kelas dianggap sebagai tempat membentuk dan tempat berlatih untuk melakukan inkuiri ilmiah. Fakta fakta yang benar dalam menggunakan model ini memperoleh tempat yang penting. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan untuk bidang studi dengan berbagai tingkatan usia.

9.      Model kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) telah lama dikembangkan oleh para ahli sebagai alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Model ini menekankan efektivitas pembelajaran pada keterlibatan peserta didik pada proses belajar. Dalam model pembelajaran kooperatif peran guru adalah memebri dorongan kepada peserta didik untuk kerja sama dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang didesain dengan dukungan materi dan sumber pembelajaran. Model pemeblajaran ini memandang keberhasilan dalam belajar dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama secara terarah dalam sebuah tim untuk menyelesaikan masalah, tugas atau mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama.
Lagkah-langkah pemeblajaran kooperatif sebagai berikut : pertama, guru merancang RPP. Kedua, saat menyampaikan materi, guru hanya menyampaikan pokok-pokok materinya saja. Ketiga, pada saat kegiata diskusi kelompok berlangsung, guru hanya membimbing dan mengarahkan siswa. Keempat, guru bertindak sebagai moderator ketika masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.[8]
Kelebihan model kooperatif antara lain :
1.      Motivasi yang tinggi, karena didorong dan didukung dari rekan sebaya,
2.      Menghasilkan peningkatan kemampuan akademik
3.      Meningkatkan kemampuan kritis
4.      Membentuk hubungan persahabatan.
5.      Membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.

Adapun kelemahan model kooperatif antara lain :
1.      Guru harus memeprsiapkan pemeblajaran secara matang.
2.      Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan fasilitas alat dan biaya yang cukup memadai.
3.      Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa  yang lain menjadi pasif.[9]


[3] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (jakarta: bumi aksara. 2007), hlm. 26
[4] Ibid., hlm.28
[5] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (jakarta: bumi aksara. 2007), hlm. 31
[6] Ahmad susanto, pengembangan pembelajaran ips di sekolah dasar, (jakarta: prenadamedia group. 2014 ), hlm. 175
[7] Ibid., hlm. 181
[8] Ahmad susanto, pengembangan pembelajaran ips di sekolah dasar, (jakarta: prenadamedia group. 2014 ), hlm.222
[9] Ahmad susanto, pengembangan pembelajaran ips di sekolah dasar, (jakarta: prenadamedia group. 2014 ), hlm. 253

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas UAS TIK

Janganlah Lukai Perkembangan Psikologi Anak  Perkembangan psikologi anak usia dini sangat lah penting. Dimana anak banyak menirukan sesuatu...